Budaya Leuit (Lumbung penyimpanan Padi) Sebagai Potensi Kearifan Lokal
Kearifan lokal adalah sistem pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
masyarakat lokal dalam berusahatani. Dalam konteks ketahanan pangan, para
petani memandang kearifan lokal identik dengan pangan lokal dalam sistem
pertanian subsistens seperti padi ladang, jagung, ubi, pisang dan lain-lain.
Sebab, mereka menanam, memelihara tanaman lokal tidak terlepas dari
penerapan pengetahuan serta nilai kearifan lokal yang mereka warisi
secara turun temurun.
Ketika nilai-nilai tersebut tercabut dari akar budaya berusahatani, maka
mereka tidak memiliki kekuatan dalam kehidupan khususnya dalam
berusahatani. Mereka menjadi terasing dengan budayanya sendiri
(berusahatani) sementara budaya baru dalam kemasan teknologi baru dalam
berusahatani maju seperti penggunaan benih/bibit hibrida dan sebagainya belum
mampu mereka kuasai. Selanjutnya dalam usaha membangun daerah perlu
dilakukan pemberdayaan budaya lokal atau kearifan lokal yang mendukung
penyusunan strategi budaya atau rumusan rencana kegiatan budaya di daerah
sebagai landasan daerah di bidang budaya.
Hasil pertanian seperti padi/gabah yang bersifat voluminous, menghendaki
adanya ruangan penyimpanan yang relatif luas. Belum lagi sifatnya
yang mudah rusak karena serangan hama, mekanis, kimiawi maupun disebabkan faktor
alam lainnya, sehingga menjadikan hasil-hasil pertanian merupakan produk yang
beresiko tinggi terhadap kerusakan. Hal ini mengharuskan petani
bersifat hati-hati dan selalu waspada.
Sebenarnya terdapat peluang untuk mengatasi gejolak tersebut diatas yaitu
dengan mengembangkan lumbung desa sebagai suatu lembaga perekonomian desa.
Lumbung desa didirikan dan dikelola oleh masyarakat desa khususnya petani
sebagai usaha bersama untuk menyimpan hasil produksi pertanian yang
dikembangkan lebih lanjut menjadi lembaga perkreditan desa terutama dalam
bentuk "natura". Lumbung desa diperlukan dalam rangka mengatasi
kebutuhan ekonomi petani pada waktu-waktu kritis seperti pada musim paceklik,
panen puso, kemarau panjang, dan lain-lain. Pada lumbung desa,
penghimpunan modal dilakukan melalui swadaya murni masyarakat petani. Melalui
lumbung desa pinjaman yang diberikan kepada petani meliputi bibit, pupuk, dan
sarana produksi pertanian lainnya, termasuk permodalan. Disamping
itu, dalam kondisi tertentu lumbung desa juga menyediakan pinjaman untuk
keperluan konsumsi rumah tangga dalam bentuk "in-natura". Secara
keseluruhan, lumbung desa ini merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam
menunjang swasembada pangan.
Pada saat ini, kelompok-kelompok tani yang dikembangkan umumnya
kurang perhatian terhadap pengembangan lumbung desa. Banyak faktor yang
menyebabkan hal tersebut terjadi, diantaranya untuk mendirikan lumbung desa
diperlukan kekompakan diantara petani dan ketrampilan dalam manajemen usaha,
termasuk pengetahuan di bidang teknologi pasca panen. Oleh
karenanya, untuk menggalakkan lumbung desa agar berpartisipasi dalam pengadaan
pangan dan peningkatan pendapatan petani, perlu adanya pembinaan terhadap
mereka, baik dari aspek teknis yang meliputi pengeringan, transportasi,
pergudangan/penyimpanan, penggilingan, pengepakan, dan pengendalian mutu; aspek
kelembagaan yang meliputi kelembagaan lumbung desa dan keuangan; dan aspek
organisasi dan manajemen yang meliputi pemasaran, pembiayaan dan administrasi
serta pembagian keuntungan.
Masyarakat Badui juga menggunakan Leuit (lumbung penyimpanan padi atau gabah hasil panen
komunitas petani) untuk menjadikan hasil panen sebagai cadangan dimasa
paceklik. Selama puluhan tahun dari genersi ke generasi masyarakat ini
mempertahankan tradisi menyimpan padi dalam lumbung keluarga baik untuk
kepentingan konsumsi maupun benih musim tanam berikutnya. Selama budaya ini
dipertahankan tidak ada masyarakat yang menderita kelaparan karena tidak
memiliki simpanan makanan.
Lumbung padi didirikan masyarakat badui karena kehidupan sosial ekonomi
masyarakat bertumpu pada bidang pertanian. Sektor ini sangat dipengaruhi iklim.
Bila suatu saat iklim tak mendukung, misalnya terjadi musim kemarau panjang,
banjir, hama penyakit yang bisa menimbulkan rawan pangan, peranan lumbung desa
sangat diharapkan untuk menopang kehidupan petani.
Setiap rumah penduduk memiliki tempat penyimpanan hasil panen padi secara
khusus (Leuit). Leuit bersifat komunal atau dimiliki oleh keluarga dengan
kapasitas produksi yang besar. Di dalam leuit inilah padi hasil panen mereka
disimpan sampai bertahun-tahun lamanya. Umur padi yang sudah lama ini biasanya
terjadi karena padi yang lama tertumpuk oleh padi yang baru dipanen begitu
seterusnya hingga tidak sempat dikonsumsi. Masyarakat disana menyebut padi tua
ini sebagai indung pare (tumbal).Indung pare ini sengaja dibiarkan terus di tumpukan bagian bawah dan tidak boleh
dimakan selagi masih ada padi yang baru panen yang terletak di atasnya.
Menyimpan padi di leuit dan khususnya padi tua
mengidentifikasi bahwa keluarga atau masyarakat diharuskan mempunyai tabungan
atau cadangan padi (pangan), baik dalam setiap musim panen maupun keadaan
paceklik. Selain itu melalui penyimpanan ini dapat meningkatkan inisiatif masyarakat
Baduy agar selalu mempunyai ketersediaan pangan yang berkelanjutan. Dalam
aturan adat, warga dilarang menjual hasil panennya (padi/beras). Oleh sebab
itu, mereka tidak boleh membeli beras dari tetangganya sendiri.
Lumbung dipandang sebagai model perangkat ketahanan
pangan masyarakat desa yang cukup efektif. Akan tetapi seiring dengan masuknya
model-model kelembagaan lain yang terlebih dahulu berkembang di daerah
perkotaan, eksistensi lumbung desa makin menyurut. Daya tahan keberadaan
lumbung desa sebetulnya terletak pada kehidupan sosial dan semangat gotong
royong yang mendarah daging dalam masyarakat. Oleh karenanya pertumbuhan
lumbung desa di Indonesia akan terpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan
perilaku yang terjadi di masyarakat.
puyeng broo ngeliatnya,.. banyak banget..
BalasHapusiya..aku juga yang buat nyampe pingsan..
BalasHapushahah,....
BalasHapus