Teknologi Pertanian Jepang
Jepang
memang negara yang tidak pernah lepas dari teknologi. Semua bidang apapun, akan
dilakukan menggunakan teknologi yang canggih. Salah satunya dalam bidang
pertanian. Para petani di Jepang sudah mulai memanfaatkan teknologi canggih
untuk mengembangkan pertanian mereka, dari hulu sampai ke hilir. Pemanfaatan
teknologi ini berhasil membawa Jepang mewujudkan swasembada pangan. Inilah
teknologi – teknologi yang dipakai masyarakat Jepang dalam mengembangkan
pertanian.
1.
Teknologi Cloud
Computing
Petani Jepang sudah memanfaatkan teknologi canggih untuk
mengembangkan hasil panen mereka. Tidak tanggung-tanggung, sejumlah sensor
diletakkan untuk menjaga tanaman mereka. Fungsi sensor tersebut
bermacam-macam. Ada yang dibuat untuk mendeteksi tingkat kelembaban, prediksi
hujan, dan lainnya. Semua itu disatukan dalam satu sistem yang bisa dipantau
melalui smartphone dan tablet PC. Data yang dihasilkan oleh sensor tersebut
kemudian diolah oleh Fujitsu yang merupakan instansi pertanian melalui
perangkat khusus. Kemudian data tersebut disimpan 'di awan' agar para pengguna
bisa mengakses dari mana pun, komputer rumah, tablet PC, atau bahkan
smartphone.
Selain bisa menjaga kualitas hasil panen, teknologi tersebut juga
diklaim Fujitsu bisa dipakai untuk mencegah gagal panen yang biasanya
diakibatkan oleh kondisi cuaca yang tak terduga. Biaya untuk
menggunakannya pun tidak terlalu mahal, setiap bulan penggguna dikenakan biaya mulai
dari Yen 40 ribu (sekitar Rp 3,8 juta), dan biaya instalasi awal sebesar Yen 50
ribu (Rp 4,7 juta).
2.
Rumah Kaca menggunakan
Tirai diafragma
Jepang dalam pertaniannya tidak hanya menggunkan lahan pertanian
sawah dan ladang, namun menggunakan green house atau rumah kaca. Rumah kaca ini
dilengkapi dengan tirai diafragma. Atapnya merupakan atap transparan berwarna
belang – belang abu – abu yang dapat dikendalikan secara mekanik sehingga bisa
membuka dan menutup otomatis untuk mengatur suplai sinar matahari, pertukaran
udara, suplai karbondioksida dan kelembapan udara sesuai kebutuhan tanaman.
Kontrol semua pekerjaan tersebut cukup dilakukan dengan menekan
tombol, sortir tanaman dibantu secara robotic sehingga petani tinggal duduk dan
mengawasi pekerjaan mekanik yang dilakukan robot dan tombol – tombol di
sekitarnya. Hasil dari pertanian modern ini adalah produk buah dan sayur segar
yang menjadi konsumsi masyarakat Jepang sehari – hari tanpa dipengaruhi musim.
Bahkan semangka pun dibentuk kotak dari teknik bonsai agar muat dimasukkan ke
dalam kulkas.
3.
Teknologi light-emitting
diode (LED)
Teknologi light-emitting diode (LED) ternyata tak hanya ada dalam industri digital ataupun
industri lainnya, namun juga sudah merambah ke dunia seni. Contohnya ada pada
area sawah di Jepang ini. Jika sawah identik dengan warna
hijau dan kuning, tidak dengan sawah di Shiroyone Senmaida, Jepang ini. Area
persawahan tersebut memiliki warna yang unik di malam hari karena diterangi
oleh 20 ribu lampu LED yang ditenagai oleh energi matahari. Area
persawahan ini berada di Semenanjung Noto, yang kaya akan keberagaman dengan
iklim yang relatif hangat. Area ini pun terletak di atas lereng curam dengan
latar belakang Laut Jepang.
Area persawahan yang membentang seperti mosaik ini memiliki luas
sekitar 12 ribu meter persegi dengan 2.000 saluran irigasi yang memasok air
untuk pertanian. Image persawahan yang gelap dan menakutkan pada malam hari,
kini berubah menjadi tempat yang indah dan romantis dengan kehadiran rangkaian
lampu LED berwarna merah muda.
4.
Mesin Tanam Bibit Padi
(Rice Transplanter)
Sekarang ini, semua jenis mesin tanam bibit padi di Jepang adalah
berpenggerak sendiri (self-propulsion type), dioperasikan dengan cara dituntun
(walking type) atau dikendarai (riding type). Jenis mesin yang dituntun umumnya
memiliki alur tanam 2 hingga 6 alur, sedangkan tipe yang dikendarai memiliki 4
hingga 12 alur tanam dalam sekali lintasan penanaman.
Pembuatan bibit padi dilakukan dengan menyemaikan 200 gram benih
dalam kotak berukuran 60 x 30 x 3 cm. Benih ini disemai di dalam ruang gelap
hingga berkecambah, kemudian di berikan sinar matahari selama dua hari hingg
berwarna hijau merata. Setelah itu bibit dipelihara hingga ukuran atau
ketinggian yang diinginkan. Di pusat pembibitan padi di Jepang, bibit untuk
lahan seluas 50 samapi 200 ha (sekitar 7000 hingga 30000 kotak) dibuat dengan
seragam, dimana di dalamnya juga dilengkapi dengan proses desinfektan benih,
pencampuran pupuk, pengepakan media tanam/tanah ke kotak semai bibit, kendali
suhu, penyemprotan, dll.
5.
Mesin Perontok Padi
Mesin ini hanya mengumpankan bagian malainya saja dari padi yang
dipotong ke bagian perontok mesin. Gabah hasil perontokan dapat ditampung pada
karung atau tangki penampung gabah sementara. Bagian pemotong dari mesin ini
adalah hampir sama dengan bagian pemotong dari binder, bagian pengikatnya
digantikan dengan bagain perontokan. Jerami, setelah perontokan, bisa dicacah
kecil-kecil sepanjang 5 cm dan ditebar di atas lahan, atau tidak dicacah,
tetapi diikat dan dilemparkan ke satu sisi, untuk kemudian dikumpulkan untuk
kemudian dapat dimanfaatkan untuk hal lain.
Combine jenis ini tersedia dalam tipe dorong maupun tipe kemudi.
Lebar pemotongan bervariasi dari 60 cm hingga 1,5 meter. Enjin yang digunakan
bervarias dari 7 hingga 30 hp. Karena jauh lebih berat dari pada binder bagian
penggerak majunya dibuat dalam bentuk trak karet (full track rubber belt).
Kecepatan maju berkisar antara 0,5 hingga 1 m/detik. Dengan
memperhitungkan waktu belok dan waktu pemotongan dengan manual di bagian pojok
lahan, biasanya waktu yang dibutuhkan untuk pemanenan berkisar 30 hingga 70
menit per 10 are, jika lebar pemotongan 1m.
Sumber
:
hampir semua hasil produk agobisnis bidang pertanian dari Jepang memiliki hasil yang sangat baik mungkin kita dari indonesia sebaiknya bisa mengambil ilmu untuk belajar magang dan bekerja ke jepang untuk meperoleh informasi bidang agrobisnis yang diterapkan jepang
BalasHapusbila ada referensi
daftar perusahaan dijepang bidang pertanian mohon dilampirkan kalau ada
terima kasih