Tradisi Tumpek Kandang sebagai Kearifan Warga Bali

Tumpek kandang atau disebut juga Tumpek Wewalungan / Oton Wewalungan, yaitu hari selamatan binatang-binatang piaraan (binatang yang dikandangkan) atau binatang ternak (wewalungan).
Untuk bebanten selamatan bagi binatang tersebut berbeda-beda menurut macam / golongan binatang-binatang itu antara lain:
1.  Untuk bebanten selamatan bagi sapi, kerbau, gajah, kuda, dan yang semacamnya dibuatkan bebanten: tumpeng tetebasan, panyeneng, sesayutdan canang raka.
  1. Untuk selamatan bagi babi dan sejenisnya: Tumpeng-canang raka, penyeneng, ketipat dan belayag.
  2. Untuk bebanten sebangsa unggas, seperti: ayarn, itik, burung, angsa dan lain-lainnya dibuatkan bebanten berupa bermacam-macarn ketupat sesuai dengan nama atau unggas itu dilengkapi dengan penyeneng, tetebus dankembang payas.
Adapun upacara tumpek kandang ini merupakan upacara keagamaan yang mana bentuk seremonialnya adalah dengan memelihara semua makhluk hidup yang ada. Memelihara disini bukanlah diartikan secara sempit kalau bahwa berarti masyarakat bali hanya memelihara makhluk hidup pada saat-saat tertentu saja, namun lebih dari itu adalah bahwa upacara pemeliharaan ini lebih kepada bentuk selamatan masyarakat bali terhadap makhluk hidup yang ada sampai saat ini terkhusus hewan ternak/peliharaan.
Lebih jelasnya disebutkan bahwa tumpek kandang ini diadakan pada hari Sabtu Kliwon Wuku Uye yang merupakan perhitungan kalender Bali-Jawa. Hari ini datang setiap enam bulan (210 hari) sekali. Pada prosesi ini, masyarakat bali akan memanjatkan doa-doa ucapan syukur mereka secara khusus untuk memanjatkan doa kepada hewan ternak mereka dan doa itu dipanjatkan kepada dewa umat Hindu yang bernama Sang Hyang Siwa Pasupati, dewa ini merupakan dewa  atau raja bagi umat Hindu dibali. Selain itu, mereka juga akan menyembelih hewan yang ada tersebut(adalah hewan peliharaan tersebut) dan kemudian akan dinikmati. Disatu sisi ada yang berpendapat kalau bahwa ini bukanlah bentuk upacara pelestarian hewan karena justeru akan mengurangi populasi hewan, tetapi justeru masyarakat bali percaya dan juga mempraktikkannya bahwasannya ketikapun mereka menyembelih hewan tersebut, mereka tidak akan menyembelihnya secara keseluruhan dan bahkan hewan lainnya yang masih tetap dibiarkan hidup justeru akan mereka pelihara dan kedepanya akan secara optimal diperhatikan kelangsungan hewan tersebut.
Bagi masyarakat hindu bali, alasan mereka juga hingga membuat upacara terhadap hewan/makhluk hidup adalah karena mereka juga menganggap bahwa makhluk hidup ini bukanlah hanya sekadar peliharaan, namun mereka mengganggap hewan sebagaimana sahabat atau lebih lagi sebagai saudara karena semuanya itu adalah ciptaan yang maha kuasa.
Di luar konsepsi agama seperti itu, perayaan Tumpek Kandang sejatinya dapat dipandang sebagai pernyataan rasa terima kasih dan syukur manusia Bali kepada Sang Pencipta yang telah mengadakan berbagai jenis fauna di jagat semesta ini. Seperti halnya tumbuh-tumbuhan, hewan memiliki andil dan jasa yang tiada terbilang besarnya untuk menopang kehidupan manusia. Kecuali menopang kebutuhan konsumsi manusia, hewan juga membuat hidup manusia menjadi lebih mudah dan nyaman. Manusia kerap meminta pertolongan kepada hewan-hewan tersebut. Lihat saja petani yang memanfaatkan sapi atau kerbau untuk membajak sawah, kusir dokar yang memanfaatkan kuda untuk menarik dokarnya.
Seperti contoh Hewan Sapi yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Selain dipakai membajak sawah, sapi juga membantu petani untuk meningkatkan kesejahteraan. Harga jualnya cukup menggiurkan, sehingga bisa dijadikan ”modal” oleh petani untuk meningkatkan pendidikan bagi putra-putrinya, dan membiayai keperluan hidup yang lain. Demikian pula ternak yang lain seperti babi, kambing, ayam, itik. Bahkan, babi bagi masyarakat Hindu di Bali sering dijadikan semacam tabungan atau celengan. Ketika umat menyelenggarakan hajatan, babi tersebut dipotong atau jika kepepet uang, ternak yang sering disebut ubuhan tatakan banyu tersebut bisa dijual.
Dengan memanfaatkan Kearifan Lokal, seperti tumpek kandang akan mengajak dan mendorong masyarakat mengembangkan usaha peternakan dalam skala rumah tangga. Jika usaha peternakan itu telah memasyarakat dalam lingkungan rumah tangga, sesuai potensi lahan yang dimiliki akan mampu meningkatkan kesejahteraan, sekaligus mengatasi kemiskinan.


Komentar

  1. depusss klo ngoment pasti bilang bagus padahal baca jga enggakk...hahaha

    BalasHapus
  2. indoensia kaya akan tradisi nya, dengan tetap mempertahankan kearifan lokal, turut serta mengembangkan potensi dan kekayaan daerah

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Berkomunikasi dengan Orang Baru

Budaya Leuit (Lumbung penyimpanan Padi) Sebagai Potensi Kearifan Lokal